Aplikasi History of Java AR menciptakan detail manusia purba yang mengayunkan kapak perunggu. Di sisi lain, seekor gajah purba tervisualkan hidup di atas telapak tangan manusia modern. Begitupun Elang Jawa yang seakan mencium wajah seorang gadis di ruang Teater museum History of Java.

Agita, nama gadis pengguna AR Museum History of Java, berada di museum ini untuk liburan keluarga. Permainan AR membawa Agita masuk dalam realitas virtual yang kini disebut Metaverse.
Dengan smartphone, Agita telah menjajal zona metaverse purba, sebelum berpindah kepada zona berikutnya. Dimana program aplikasi History of Java AR juga menampilkan artefak visual kerajaan-kerajaan Jawa Kuno. Patung Buddha dalam visualisasi Augmented Reality, Bendera Majapahit, Masjid Agung Demak, hingga representasi sosok Sultan Agung. Seluruhnya pun menjadi obyek visual sejarah di dalam ponsel pintar android yang kerap digunakan pengunjung Museum History of Java.
Seperti halnya Agita, pengunjung museum cukup mendownload aplikasi History of Java AR melalui Play Store kemudian mengarahkan layar ponselnya pada seluruh kode gambar AR di ruang Teater hingga Zona Koleksi.
Zona Koleksi Interaktif
Sejak 2018, Museum History of Java telah mengadopsi teknologi Augmented Reality pertama di Yogyakarta, bahkan Jawa Tengah. Sebuah kolaborasi virtual antara peradaban sejarah yang lampau dengan realitas pengunjung saat ini, yakni dunia teknologi metaverse. Pada fase ini teknologi sebagai fasilitas museum berperan sebagai pemikat interaksi antara pengunjung dengan koleksi museum melalui proses yang interaktif.

Penelusuran ruang koleksi Museum History of Java pun menjadi zona penjelajahan yang lengkap secara informasi sejarah, benda koleksi, hingga perangkat permainan teknologinya.
Sebagai Museum Jawa yang telah berdiri sejak 2018 dengan teknologi AR pertama saat itu, History of Java Museum telah berprioritas pada gerak edukasi publik. Terutama anak-anak, keluarga, dan pelajar sekolah, yang takkan terlepas dari gadget mereka.
Pada setiap kunjungan keluarga momen inipun yang tertangkap oleh Story Teller Museum History of Java. Story teller di museum ini adalah pendamping bagi aktivitas kunjungan keluarga. Story teller merajut narasi sejarah bagi orangtua dan anak-anak melalui komunikasi tentang cara menikmati teknologi visual museum, dan terutama perihal koleksi museum di dalam lima zona koleksi hingga Paviliun Keraton. Sebelum beranjak menuju Ruang 3D dan ruang Diorama kehidupan Jawa Tempo Dulu.
Selama mendampingi keluarga dengan anak-anak yang tengah belajar sejarah, Story Teller Museum History of Java mendapati sejumlah pengalaman menarik dari pengunjung museum ini. Di Museum History of Java, setiap orangtua termotivasi untuk membuka wawasan anak pada dunia sejarah di tanah kelahirannya sendiri. Artinya bahwa kunjungan museum ini tak sebatas wisata, namun edukasi nyata di luar pembelajaran sejarah ketika anak-anak bersekolah.
Menariknya bahwa kebanyakan Ayah dan Bunda dengan setia dan sabar mengawal putra putrinya untuk fokus mengamati benda koleksi bersama Kakak Story Teller. Bahkan tidak sedikit orangtua yang menjadi pencerita ulang dengan gaya bertutur yang lebih terpahami oleh karakter si anak. Diantaranya seorang Bunda dengan tiga orang balita yang berusaha keras menarik pandangan anak-anaknya pada benda koleksi museum.
Selain itupun peran sejumlah Ayah tampak nyata dengan membantu anak-anak menggunakan teknologi AR, QR movie, serta Artificial Intelligence, bersama Story Teller Museum History of Java. Suasana museum yang mampu mengikat interaksi antara orang tua dengan anak-anak menjadi nilai humanis Museum History of Java hingga saat ini. Tidak hanya singkat namun melalui penjelajahan zona museum yang panjang. Sedari ruang Teater, 5 ruang zona Koleksi Museum, Ruang 3D, hingga berakhir dalam ruang Diorama Museum.
Museum History of Java Yogyakarta terletak di Jalan Parangtritis KM 5,5, Sewon Bantul. Jam buka pukul 09.00 – 18.00 WIB.